Kehidupan tidak selalu memberi bahagia. Kadang kita harus membuat sendiri kebahagiaan itu dalam celah segala permasalahan.
Untuk menjadi lebih kuat, seonggok baja harus terus ditempa dalam api yang amat panas bak lelehan lava.
Kehidupan ini tak selamanya indah. Senang dan duka datang silih berganti. Hal ini semakin memantapkan hati untuk menilai kehidupan dunia ini adalah semu. Kebahagiaannya semu. Kesedihannya semu.
Ada kehidupan selanjutnya di hadapan kita. Itulah negeri akhirat. Abadi dan hakiki. Di sanalah tempat istirahat dan bersenang-senang yang hakiki, yakni di surga-Nya yang penuh limpahan rahmad dan kenikmatan. Atau kesengsaraan hakiki, di nereka yang panas membara. Tempat kembali orang-orang durhaka kepada Sang Pencipta.
Tahun 1976 adalah tahun yang paling menyedihkan dalam hidup Farhan, seorang anak dari desa yang baru saja kehilangan pelita jiwa, ibu. Dalam dukanya yang cukup untuk ia ingat seumur hidup, laki-laki yang baru duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar itu juga harus menerima kenyataan bahwa ia kini harus menjadi ayah dan ibu bagi dirinya sendiri dan adik perempuannya Anisa.
Farhan memeluk erat adiknya yang baru bisa duduk sembari mengusap sisa-sisa air mata di sudut pandangannya.
"Bahkan ayah pun pergi," gumamnya pelan.
Belum sampai empat puluh hari ayah Farhan telah kembali menjalin rumah tangga dengan perempuan lain. Tanpa peduli kedua anaknya yang kini hanya mengandalkan seorang nenek tua untuk bertahan hidup.
______________
"Farhan berangkat sekolah dulu nek," ucapnya sambil mencium tangan ibu dari ibunya itu.
"Adikmu belum bangun?"
"Kurasa Nisa masih mengantuk, semalaman ia menangis mencari ibu. Pukul satu malam baru ia tidur."
"Tidak apa, anak seusia dia akan cepat melupakan sesuatu. Besok lusa juga pasti sudah baik."
Farhan mengangguk lalu pergi.
Di sekolah ia belajar dan bermain seperti biasa, hari demi hari di lalui tanpa ada lagi kesedihan tergurat dalam wajah sendu yang sangat mirip ibunya.
Dari kelas satu hingga kelas enam Farhan adalah siswa yang berprestasi, juara umum selalu di capai dalam setiap perlombaan. Hadiah pun tak jarang ia dapatkan dan di gunakan untuk keperluan adiknya yang mulai tumbuh menjadi anak perempuan yang cantik.
Lahir dari ibu yang religius juga membuat Farhan tak pernah meninggalkan sholat sejak kecil.
Suatu saat ia bermain ke sungai bersama kelima sahabatnya Andi, Deden, Rama, Adit, dan galih.
Mereka mandi hingga tiba waktu ashar, Farhan yang pertama mendengar suara adzan langsung mengambil air wudhu dan sholat di salah satu gubuk kecil dekat sungai.
Gubuk beratap daun kelapa yang sudah kering itu terasa nyaman baginya untuk bercengkrama dengan Tuhan.
"Kita kerjain yuk!", Bisik Galih pada keempat temannya.
"Kita takut-takuti pake batu, biar di kira gubuk itu ada setannya, hihi", saut Adit.
Andi mengambil batu seukuran genggaman tangannya lalu seketika melempar batu itu ke atap gubuk tempat Farhan sholat.
Galih kaget seketika karena batu itu terlempar kearah tepat di atas kepala Farhan yang tentu akan sangat berbahaya bahkan menimbulkan luka.
Karena takut, kelima anak itu kabur meninggalkan Farhan yang masih asik dalam sholatnya.
"Assalamu'alaykum warrohmatullohi wabarokatuh".
Selesai berdoa Farhan mengedarkan pandangan mencari teman-temannya yang sudah tak ada di sana. Tapi matanya berhenti pada sebuah batu yang berada di samping tempat sujud.
"Perasaan tadi tidak ada batu di sini," gumamnya pelan.
Ia mencari asal batu itu, hingga saat ia menengadah ada lubang seukuran batu itu di atap gubuk. Anehnya lubang itu justru tepat berada diatas kepalanya saat sujud.
"Subhanallah".
Farhan bersujud tanda syukur pada Allah karena telah di selamatkan dari bahaya.
Ia yakin Allah maha pengasih bagi hambanya yang bertakwa.
Kejadian itu adalah keajaiban pertama yang Farhan alami dan lihat langsung.
Ia semakin mencintai penciptanya dan terus mencari ilmu agama hingga beranjak dewasa.
Allah ‘azzawajalla berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).
Bersambung . . .
Komentar
Posting Komentar